Hey Mas bro, Mbak bro
kembali lagi bersama saya Blogger anti nuklir, pusat blog terpercaya masa kini,
tidak usah diragukan lagi keakuratan data serta informasinya, Huee hee hee. Tapi
Blogger anti nuklir ingin menyampaikan diawal, bahwa tidak sepenuhnya tulisan
dan gambar yang terdapat didalam blog ini hasil dari karya Bloger, karena dikutib
dari sumber dan beberapa referensi lain.
Langsung saja, Sabtu 18
mei 2019. Bertempat di Auditorium kampus II, gedung Thomas Aquinas, Universitas
Atma Jaya Yogyakarta diadakannya talk show dengan judul “Setara Serasa”.
Kakak-kakak,
Mbak-mbak dan Masnya yang ganteng pasti penasaran ya, Setara Serasa itu apa?,
Yukk! Kita kupas tuntas sampai
keakar-akarnya. Sebelum masuk ke setara serasa itu apa, mari kita berkenalan
dengan para pembicara-pembicara yang super duper keren ini:
1. Anggiasari Puji Aryatie (INCLUSIVE DPR FACILITATOR FOR TAGANA YOGYAKARTA).
2. Suharto, S.S.,M.A. (EXECUTIVE DIRECTOR
OF SASANA INKLUSI & GERAKAN ADVOKASI DIFABEL (SIGAB)).
3. Lilis
Sulistiyowati (KEPALA SEKSI REHABILITI SOSIAL PENYANDUNG DISABILITAS DAN
REHABILITASI SOSIAL ANAK DINAS SOSIAL DIY).
Dari ketiga pembicara ini,
dua diantaranya merupakan kaum difabel, yang mampu menciptakan daya tarik tersendiri,
sehingga seluruh perhatian mampu terfokus pada kedua pembicara tersebut, perbincangan
mengenai kesetaraan kaum difabel atau disabilitas, menjadi sangat menarik
karena kedua pembicara mampu berbagi secara langsung hal-hal yang mereka rasakan
selama ini kepada para audiens. Dari keterbatasan
fisik, keterbatasan kemampuan, serta disudutkan oleh masyarakat secara umum.
Menurut Pak Suharto, saat
ini masyarakat sudah mulai memiliki sikap dan sifat yang positif dengan
keberadaan teman-teman disabilitas, pemerintah juga tidak hanya merehabilitasi teman-teman
difabel, tapi juga kepada masyarakat yang non difabel secara umum, yang dapat dikutip adalah gunakan
media seperti televisi dan lainnya untuk memberikan input bagi
masyarakat. Khususnya orang muda yang perlu disasar agar inklusi ini bisa
dimulai oleh anak-anak muda dan pelayan publik.
Jadi apa poin penting
dari kesetaraan?
Seharusnya kita sebagai masyarakat umum tidak bersikap diskriminatif terhadap teman-teman difabel, tidak membeda-bedakan, dan mampu merangkul mereka sebagai bagian masyarakat, untuk pembangunan, apakah bangunan tersebut memberi akses atau kemudahan sehingga dapat dinikmati, karena sekolah sebagai dasar untuk meningkatkan taraf hidup.
Adapun kendala Dinas Sosial
untuk mengurus kaum difabel?
Kendala tentu ada, dikoordinasikan
lagi dengan rapat pembahasan kasus penyandang difabel. Di dengarkan juga
informasi dari berbagai pihak untuk bisa mencari tau apa yang menjadi masalah.
Ada berbagai tahapan tentunya, jelas Ibu Lilis Sulistiyowati selaku Kepala Seksi
Rehabiliti Sosial Penyandung Disabilitas Dan Rehabilitasi Sosial Anak Dinas
Sosial DIY.
Ibu Lilis kembali
menjelaskan untuk kaum muda agar
lebih peduli dengan isu kesetaraan, pemuda sebagai generasi penerus, jika
dilihat dari penguasaan teknologi informasi tidak diragukan lagi kaum muda
sangat cepat mempelajari teknologi-teknologi baru. Isu di masyarakat tentang
kondisi sosial juga harus paham untuk menjadikan generasi cerdas dan siaga.
Ada pertanyaan dari Pak
Agus yang menarik dan sepemikiran dengan saya si Blogger anti nuklir.
Kok terlihat teman-teman
difabel di Yogyakarta ini jarang terlihat? Apakah dari segi angka mereka memang
sedikit atau mereka malu untuk keluar? Pertanyaan ditujukan kepada Bu Lilis.
Jawaban dari pembicara
adalah:
Pertama dari keluarga,
orangtua merasa kasian, anaknya takut
kenapa-kenapa jadinya lebih overprotective,
orangtua cenderung malu, masalah aksebilitas juga, sehingga kaum difabel
enggan untuk keluar, dan ada stigma dari masyarakat seolah-olah kita tidak bisa
melihat kaum disabilitas yang mandiri, mereka perlu adanya akses dan kesempatan.
Bu Lilis menyampaikan dari hasil data tahun 2018 penyandang
disabilitas dewasa diatas usia anak ada 27.094, anak penyandang disabilitas
1.931. Persebaran di DIY, bagian program dan informasi dinas DIY.
Kesimpulannya:
1. Mereka masih mendapat
diskriminasi
2. Akses mereka belum
banyak
3. Respon pemerintah positif untuk terus mendukung pembelaan hak-hak kaum difabel.
Menurut Blogger anti nuklir kaum difabel juga bisa melakukan apa yang dapat dilakukan oleh kaum non-difabel, cuma cara mereka yang berbeda
dalam melakukan penyelesian, mereka tidak perlu dikasihani, mereka mau
mandiri, mereka mau dianggap setara dengan masyarakat pada umumnya. dan satu catatan penting terakhir, mereka tidak terima jika diesebut cacat, tetapi lebih pantas jika disebut kaum difabel atau disibilitas.
Salam Lemper!! dari teman-teman Blogger anti nuklir masa kini.
Komentar
Posting Komentar